Apa kamu pernah mendengar istilah “Disleksia”? Apa yang kamu tahu tentang hal tersebut?
Disleksia merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut gangguan pola belajar yang melibatkan kesulitan membaca karena tidak mampu mengidentifikasi dan mengaitkan tulisan & kalimat (decoding).
Hal ini berkaitan dengan area pada otak yang bertugas memproses bahasa. Istilah ini berasal dari kata bahasa inggris dyslexia, yang berakar dari bahasa Yunani “dys” yang berarti kesulitan atau gangguan dan “lexis” yang berarti bahasa atau kata.
Yang tidak banyak orang awam tahu adalah orang-orang yang memiliki disleksia memiliki tingkat intelegensi atau kecerdasan yang normal. Namun banyak sekali terjadi kasus dimana disleksia dianggap sebagai ketidaknormalan dan pengidapnya dianggap memiliki kecerdasan di bawah rata-rata. Sama seperti respon terhadap gangguan neurologis lainnya, respon masyarakat terhadap disleksia didasari oleh kurangnya informasi dan edukasi.
Orang-orang dengan disleksia hanya membutuhkan metode dan waktu yang berbeda dengan orang kebanyakan untuk mempelajari sesuatu. Mereka tetap bisa sukses dalam akademik dengan mengikuti program pembelajaran khusus, selain itu dukungan emosional juga berperan penting dalam perkembangan pembelajaran mereka.
Individu disleksia juga bisa berprestasi dengan segala wawasan dan keterampilan yang dimilikinya. Contohnya seperti beberapa tokoh penyandang disleksia yang juga dikenal sebagai tokoh hebat ini: Albert Einstein, Sir Winston Churchill, Tom Cruise, Walt Disney, dan Lee Kuan Yew.
Meskipun tidak ada obat yang dapat menyembuhkan disleksia, jika gangguan ini diidentifikasi sejak masih dini dan ditangani dengan cepat maka penanganan yang dilakukan pun akan membuahkan hasil yang signifikan.
Banyak orang yang selama bertahun-tahun tidak sadar bahwa dirinya memiliki disleksia dan baru ketika dewasa ia mendapatkan diagnosis. Meskipun tidak ada kata terlambat untuk menangani disleksia, namun jika ditangani lebih awal tentu saja perbedaannya akan lebih drastis.
Disleksia secara klinis pertama kali ditemukan oleh Oswald Berkhan di tahun 1881, namun istilah “Disleksia” baru ditemukan pada 1883 oleh Rudolf Berlin, seorang ophthalmologist. Ia menggunakan istilah ini untuk merujuk kepada seorang pasien muda yang memiliki kesulitan belajar membaca dan menulis, meskipun menunjukan tanda-tanda kecerdasan dan kemampuan fisik.
Deteksi Disleksia Sejak Dini
Gangguan ini memang sulit untuk dideteksi dan baru muncul gejala ketika seseorang berumur 5 sampai 7 tahun atau masa akan mulai masuk prasekolah.
Orang Tua patut mewaspadai bila anak belum bisa menulis atau membaca di saat anak seusia lainnya sudah melakukannya. Berikut ini merupakan gejala-gejala lain yang harus diwaspadai:
Tanda-tanda anak disleksia sebelum usia sekolah:
- Terlambat dalam perkembangan berbicara
- Penambahan kosakata sedikit
- Sering lupa apa yang sudah diajarkan
- Kesulitan mengingat nama warna, angka, dan abjad
- Kesulitan dalam mempelajari permainan berirama
Tanda-tanda untuk anak usia sekolah:
- Lambat atau sering salah dalam membaca dan menulis
- Kesulitan mengeja
- Sulit membedakan atau sering terbalik antara huruf: d dan b, q dan p, w dan m, z dan s
- Sulit mengingat urutan hari dan abjad
- Lambat mengikuti dan mengingat kata-kata baru
- Kesulitan memahami yang didengarnya
- Sering terbalik antara kira, kanan, atas dan bawah
- Kesulitan dalam menyebutkan kata yang tidak familiar
- Menghindari aktivitas yang melibatkan membaca
Tanda-tanda pada pengidap usia remaja dan dewasa:
- Kesulitan membaca secara lantang
- Lambat dalam membaca dan menulis
- Kesalahan dalam mengeja
- Salah dalam menyebut kata atau nama
- Kesulitan dalam memahami idiom
- Kesulitan dalam menyimpulkan sebuah cerita
- Kesulitan mempelajari bahasa asing
- Kesulitan mengerjakan soal matematika
Apa Sebenarnya Yang Menyebabkan Disleksia?
1. Neuroanatomy
Teknik neuroimaging, seperti functional magnetic resonance imaging (fMRI) dan positron emission tomography (PET), menunjukan bahwa ada keterkaitan antara perbedaan fungsi dan struktur terhadap otak seseorang dengan disleksia. Beberapa orang dengan disleksia menunjukan lebih sedikit aktivasi elektrik di bagian kiri otak yang mengatur kemampuan membaca.
Hasil fMRI orang dengan disleksia mengindikasikan peran interaktif cerebellum dan cerebral cortex dan juga struktur otak lain dalam membaca. Cerebellar teori mengatakan bahwa kerusakan pergerakan otot cerebellum memengaruhi formasi kata-kata yang dikeluarkan oleh lidah dan otot wajah. Namun teori ini belum didukung oleh riset yang cukup.
2. Genetik
Riset menunjukan terdapat keterkaitan antara genetika dengan disleksia yang dialami seseorang. Dikatakan bahwa perkembangan cortical yang abnormal yang dialami pada janin berusia 6 bulan memengaruhi perkembangan otak janin tersebut. Beberapa genetika yang dikaitkan dengan disleksia seperti DCDC2 dan KIAA0319 pada kromosom 6, dan DYX1C1 pada kromosom 15.
3. Lingkungan
Korelasi antara lingkungan dan disleksia telah diteliti melalui sebuah studi terhadap anak kembar (twin studies). Lingkungan dan genetik dinilai berkontribusi terhadap perkembangan membaca seseorang. Studi mengatakan bahwa pengaruh lingkungan yang memengaruhi disleksia adalah edukasi orang tua anak dan kualitas pengajaran.
4. Bahasa
Kompleksitas orthographic sebuah bahasa dinilai juga memengaruhi kesulitan seseorang dalam membaca. Bahasa Inggris dan Perancis memiliki phonemic orthographies yang dalam terhadap sistem abjad Latin. Ia juga memiliki struktur penulisan dan ejaan yang beragam, begitu juga dengan penyebutannya.
Bahasa Spanyol, Italia dan Finland memiliki orthography yang “rendah”. Hal ini dinilai membuat orang dengan disleksia lebih mudah dalam mempelajarinya. Sistem penulisan Logographic, seperti bahasa Mandarin, memiliki simbol yang ekstensif dan hal ini lebih sulit untuk dipelajari oleh orang dengan disleksia.
Komplikasi Lain Yang Dapat Terjadi
Selain mengganggu proses perkembangan diri seseorang, disleksia juga dapat mengakibatkan gangguan lain seperti:
- Kesulitan belajar: Karena membaca merupakan kemampuan dasar bagi kebanyakan mata pelajaran di sekolah, anak dengan disleksia dapat mengalami gangguan dalam proses pembelajarannya.
- Kesulitan bersosialisasi: Jika disleksia dibiarkan tanpa penanganan yang baik, hal ini akan memengaruhi kepercayaan diri, perilaku, dan kecemasan anak. Sehingga ia akan menarik diri dari pergaulan bersama teman sebaya, guru bahkan keluarganya.
- Memunculkan permasalahan saat dewasa: Ketidakmampuan untuk membaca dan memahami kalimat dapat mencegah seseorang untuk mencapai potensinya. Hal ini dapat memiliki resiko jangka panjang pada edukasi, sosial dan ekonominya.
Disleksia juga seringkali muncul beriringan dengan gangguan belajar lainnya, namun penyebab pastinya hingga kini belum diketahui. Gangguan-gangguan belajar tersebut meliputi: